Balada Putri Bunga

Tahun lalu, saya mendaftar Pemilihan Puteri Bunga 2014. Awalnya iseng, tapi kemudian niat itu saya seriusi. Saya pun belajar banyak: mengenal bunga nusantara, menonton video cars merangkai bunga, dan melahap buku-buku kepribadian. Saya pikir tak ada salahnya mencoba sesuatu yang baru, toh saya memenuhi semua syarat kontes itu, terutama usia. Tahun lalu adalah batas akhir saya berpeluang menjadi Puteri Bunga. 


Namun, saya hanya bisa berencana, Allah yang Maha Berkehendak. Pada pagi hari audisi, mbah uti sakit keras. Ibu saya, sebagai anak perempuan satu-satunya, sudah menangis dari semalam. Namun, karena saat itu Bapak sedang keluar kota, Ibu tidak bisa menjenguk mbah. Pagi hari audisi, Ibu meminta saya untuk menemaninya ke rumah mbah. Tak tega membiarkan Ibu menempuh 3 provinsi sendirian, saya pun menyanggupi permintaan Beliau. Jarak Bekasi-Tangerang memang cukup jauh jika ditempuh sendirian, apalagi dalam kondisi galau begitu. Kasian Ibu. Jadi saya melewatkan audisi itu. 

Sepanjang perjalanan batin saya gelisah. Separo hati saya ingin menceritakan perihal audisi itu pada Ibu. Saya ingin bilang kalau saya naik bus yang salah. Saya masih punya kesempatan untuk mengikuti audisi. Di sisi lain, saya tak mau jadi anak durhaka. Ibu membutuhkan saya. Saya tidak mungkin meminta Ibu untuk mengerti keinginan saya. Rasanya egois sekali. Sebelum menjadi puteri apapun, saya adalah anak Ibu. Malamnya, saya menangis. Saya mempelajari sesuatu hari itu. Bahwa pepatah "Kau akan lebih menyesali sesuatu yang tidak kau lakukan dibanding mencoba lalu gagal". Kalaupun saya gagal jadi puteri bunga, setidaknya saya bisa bercerita proses seleksinya seperti apa. Saya menyesal tidak bilang sama Ibu. Saya menyesal tidak datang ke tempat seleksi. Saya menyesal tidak ikut audisi. 

Namun setelah airmata terkuras habis, saya mulai bisa berpikir jernih. Saya mungkin akan lebih menyesal kalau tidak menemani Ibu. Toh saya tidak ikut seleksi karena sibuk berbakti, ujar hati ini menghibur diri. Andai Hermione meminjamkan Pembalik-Waktu, saya tetap akan memilih jalan yang sama: menemani Ibu ke rumah mbah. Berbakti pada Ibu, juga Ibunya Ibu. Malam itu juga saya melepaskan impian menjadi seorang Puteri Bunga. Selamanya.

***** 

Hari ini, saya berkesempatan menghadiri Pemilihan Puteri Bunga 2015. Bukan sebagai peserta, tapi penyelenggara. Hari ini, saya didapuk menjadi salah satu Dewan Juri, menyeleksi siapa yang layak menjadi Sang Puteri. Ah, Allah memang suka mencandai hamba-Nya. (Kartika Restu Susilo)

No comments:

Post a Comment