Mengunjungi seluruh
provinsi di Indonesia merupakan salah satu cita-cita saya sejak dulu. Karena
itu, ketika
Ibu Direktur yang cantik menelepon untuk menyuruh saya liburan liputan
ke Pulau Sumba, saya langsung mengiyakan tanpa pikir panjang. Seharusnya saya
di sana selama 4 hari, tetapi karena satu dan lain hal jadwal diperpendek jadi
2 hari. Alhamdulillah, meski harus bolak-balik telepon dan ke ATM, seluruh
tiket bisa saya reschedule.
Selama di Pulau Sumba, tak henti-henti saya bertasbih memuji Asma-Nya. MasyaAllah, sepanjang jalan terlihat perbukitan hijau luas membentang. Persis seperti di film Pendekar Tongkat Emas (yang belum nonton Pendekar Tongkat Emas, bayangin aja rumah teletubies tapi jumlahnya berkali-kali lipat). Pulau ini emang keren banget!
Penari Langit
Namun bukan eksotisme
alam Sumba yang hendak saya ceritakan. Mengingat saya ke sana untuk bekerja,
keindahan pulau hanya melintas sekejap saja. Sayang banget sih, tapi mau
bagaimana lagi. Saya kan harus menjalankan tugas negara. Tugasnya
sederhana saja: meliput kunjungan kerja
Menteri ESDM Sudirman Said selama di Pulau Sumba. Mengekor kemana pun Beliau
pergi. Sebuah tugas sederhana yang membutuhkan usaha luar biasa. Gegara liputan
ini, saya menginjakkan kaki di tempat
yang hanya sanggup dibayangkan dalam mimpi.
Di Sumba, saya
menyambangi Desa Kamanggih, tempat di mana Pembangkit Listrik Tenaga Bayu
berada. Di puncak bukit, berdiri 28 kincir listrik yang meliuk mengikuti
hembusan angin. Tak heran jika Ricky Elson, sang perancang PLT bayu, menyebut
kincir angin itu dengan julukan Para Penari Langit.
Saya selalu ingin melngunjungi
Para Penari Langit sejak Pak Dahlan Iskan menuliskannya di Manufacturing Hope.
Adalah mimpi yang menjadi nyata ketika dengan mata kepala sendiri saya bisa
menyaksikan ke-28 kincir angin itu menari. Huuuaaa.... Rasanya terharu dan pengen banget sujud syukur. Alhamdulillah
Ya Allah. Bener-bener ga nyangka bisa ke sini.
PLT bayu ini merupakan
pemutus kegelapan malam warga Sumba. Dari sinilah listrik dihasilkan, sehingga
warga Sumba bisa menikmati nyala lampu di malam hari. Inovasi Penari Langit dari
insinyur kebanggan Indonesia itu mampu menghasilkan listrik sebesar 10 kWh dari
satu pembangkitListrik sebesar itu bisa memberi penerangan
pada rumah warga yang berada di sekitar pembangkit listrik.
Di pulau seluas 10.710
km2 itu listrik memang masih menjadi barang mewah nan langka. Sebagian besar
warga Sumba belum menikmati kemerdekaan lantaran ketiadaan akses listrik di
rumah. Ketika masyarakat Pulau Jawa mengeluh lampu byar-pet selama periode
tertentu, anak-anak Pulau Sumba belajar dalam kegelapan sepanjang waktu.
Pembangkit listrik tenaga
diesel tentu bukan solusi cerdas. Selama ini, ketergantungan Sumba pada
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) tergolong tinggi, yakni mencapai 85%.
Bahan bakar fosil itu dikirim dari daerah lain lewat laut sehingga rentan
terhadap kondisi cuaca dan biaya pengangkutan yang mahal. Oleh karena itu,
perlu dicari alternatif lain. Misalnya membangun pembangkit listrik yang
mengandalkan alam sebagai sumber energi.
Di sisi lain, Pulau Sumba
menyimpan kekayaan potensi energi baru terbarukan yang belum tergali, seperti
air, angin, matahari, dan biogas. Di bumi Marappu, sebutan pulau Sumba, sedang
digalakkan kemandirian energi yang memanfaatkan energi baru terbarukan. Salah
satu pelopornya yaaa Pak Ricky Elson itu. Selain beliau, ada juga Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT. PLN, dan pihak luar negeri seperti
Pemerintah Norwegia, Pemerintah Belanda, serta Hivos (LSM Belanda. Keseluruhan upaya
kemandirian energi Pulau Sumba terangkum dalam program Sumba Iconic Island. Dengan
Sumba dijadikan sebagai Pulau Ikonis, berarti Sumba akan menjadi pulau yang
100% kebutuhan energinya berasal dari energi baru dan terbarukan. (Kartika Restu Susilo)
No comments:
Post a Comment