Kisah Sedekah Pak Tua

Siang tadi sepulang membeli sesuatu untuk seseorang, saya berjumpa dengan seorang kakek di angkot. Bukan karena ia renta dan masih harus bekerja dengan mengamen yang membuat saya iba. Bukan itu, melainkan karena kakek ini kehilangan tangan kanannya. Ya, dia cacat. Penumpang angkot yang penuh hanya memandang kasihan, sedangkan si kakek selalu menoleh lantaran malu dikasihani. Lalu satu per satu penumpang turun, menyisakan saya dan kakek itu. Dan perang batin mulai terjadi di kepala saya. 
"Ayo Tika, kasih uang ke kakek itu. Sedekah." 
"Ngapain? Paling itu modus pengamen. Anak-anaknya kemana? Koq tega bapaknya disuruh kerja." 
"Ya udah, seenggaknya bayarin ongkosnya. Ga nyampe Rp5.000."
"Ya elah, ngasih pengamen seribu juga cukup kali." 

Begitulah. Akhirnya saya memutuskan untuk membayari ongkos Bapaknya. Tapi bilangnya nanti kalau dia mau turun. Tak lama kemudian seorang gadis sebaya saya naik angkot. Begitu duduk, ia menoleh menatap sang kakek. Sedetik kemudian, matanya bersitatap dengan mata saya. "Kasian," ujarnya melalui isyarat. Dan tanpa ba-bi-bu, mbak itu langsung mengangsurkan selembar uang. "Pak ini buat makan." 

 Tak perlu jadi malaikat untuk tahu siapa yang jadi juaranya. Rasanya hati saya tertampar bolak-balik. Mbak itu enteng aja ngeluarin sedekah yang jumlahnya berkali lipat dari niat saya semula. Pikirannya ga pake a-b-c-d macam saya. Buat belanja atau foya-foya hayuk aja. Tapi sedekah? Nanti sajalah. Apalagi ketika kakek itu berdoa dengan tulus, mengucap hamdalah atas rejeki yang ia terima. Tambah nyesek hati saya. Dan setelah saya tanya kenapa masih bekerja, kakek itu menjawab, "Saya ga punya anak neng. Tinggal di sini sendirian. Kalau malem tidurnya yaa ngemper depan toko. Kalau makan mah insyaAllah masih ada rejeki. Yang penting istiqamah." Tisu mana tisuuuu........ T____T 

Duh, Gusti. Saya sering mengeluh kesepian, padahal punya keluarga dan teman. Sedang kakek ini hidup sendirian. Saya sering mengeluh capek ngetik pake tangan kanan. Kakek ini tangan kanannya hilang sampai lengan. Saya mengeluh panas di kosan. Kakek ini tidur di emperan. Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan? (Kartika Restu)

No comments:

Post a Comment