Pelajaran dari Darth Vader

Setiap orang pasti pernah berbuat kejahatan. Aku, kamu, kita, mereka. Jika dunia ini adalah panggung sandiwara, maka setiap kita pernah memerankan tokoh antagonis, setidaknya sekali dalam seumur hidup. Ada tokoh antagonis yang bertobat, dan ada pula yang selalu kumat berbuat jahat. 

Namun, saat kita memerankan tokoh protagonis, kita cenderung memandang sinis sang antagonis. Seolah penjahat adalah yang selalu berbuat jahat. Kita berasumsi bahwa pencuri akan selamanya mencuri. Kita menuduh pembunuh takkan bisa berbuat baik. Kita menghakimi mereka, disadari atau tidak. Kita menghakimi mereka sebagai penjahat, tanpa perlu repot-repot menguak alasan mengapa mereka melakukan kejahatan itu. Kita enggan menemukan motif di balik perbuatan mungkar mereka. 

Padahal, selalu ada motif di balik tindakan tertentu. Ibarat menonton film, kita menghakimi bahwa Darth Vader itu penjahat kelas kakap sejak Star Wars edisi perdana. Nyatanya, dibutuhkan trilogi untuk menjelaskan mengapa Anakin Skywalker sampai harus menyeberang ke sisi gelap. Kita menghakimi seseorang itu jahat pada kejahatan pertama meski tidak mengetahui motifnya. Lalu kita membencinya: kejahatannya, dan orangnya. Kita akan bertanya mengapa Tuhan membiarkan orang sejahat mereka masih berkeliaran hidup di dunia. Kita berdoa agar mereka enyah dari muka bumi. Mereka sampah tak berguna. 

Namun, seorang teman pernah berkata, "Bahkan orang jahat pun masih berguna bagi kita. Mereka menunjukkan perbuatan mana yang salah dan tak patut kita tiru. Mereka menjadi contoh yang tidak boleh kita teladani." Ya, orang baik takkan ada jika tidak ada penjahat. Kadang kita alpa bahwa keberadaan mereka memberi kesadaran bahwa kita tidak boleh berbuat seperti itu. Mereka penjahat, tapi mungkin masih punya sisi baik. 

Kita harus mencoba berpikir positif, karena boleh jadi suatu saat kitalah yang berada di balik topeng Darth Vader. Kita membangkitkan sisi gelap dalam diri kita, lalu menyakiti orang-orang yang kita cintai. Pedang kita (baca: lidah) menorehkan luka di mana-mana. Kita adalah orang baik yang sedang berbuat jahat. Kita adalah Anakin yang tersesat dalam gelap. Dan ketika sadar, kita menyesal. Jika sudah begitu, cobalah untuk kembali ke jalan terang. Kita akan meminta maaf pada orang-orang yang terluka karena perbuatan kita. Kita bisa meminta maaf secara langsung. Kita harus jadi pemberani. Hanya yang pemberani yang mau mengakui kesalahannya. 

Meski begitu, kita juga harus berlapang dada jika permintaan maaf kita ditolak. Atau lebih buruk, dianggap tidak tulus. Kita tidak bisa mengharapkan orang untuk berjiwa ksatria dan menerima permintaan maaf kita. Beberapa luka memang tertoreh terlalu dalam hingga sulit disembuhkan, bahkan oleh waktu sekalipun. Karena itu, pikir lagi seribu kali sebelum kita menyeberang ke sisi gelap. Tinjau lagi sebelum kita melukai orang-orang yang kita cintai. Kelak, kita bisa meminta maaf. Tapi tak berhak minta dimaafkan. Begitulah. (Kartika Restu Susilo)

No comments:

Post a Comment