Ampas Tebu: Dulu Dibuang Kini Disayang

Pepatah “habis manis sepah dibuang” tampaknya akan segera usang. Maklum saja, ampas tebu yang selama ini dianggap sampah ternyata bisa menjadi penerang rumah. Di India, ampas tebu atau bagase merupakan salah satu bahan baku pembangkit listrik tenaga biomassa. Negara yang menjadi raksasa produsen gula dunia memulai upaya konversi energi baru terbarukan sejak 1988—1989.Langkah itu dimulai dengan dua pabrik gula sebagai pilot project di wilayah Tamil Nadu Penggunaan listriknya secara signifikan baru berjalan setelah tahun 1994 atau lima tahun sejak pilot project. Itu pun pengumuman pemerintah terkait program kogenerasi berbasis ampas tebu atau Bagasse Cogeneration.

Co-generation plant atau kogenerasi adalah pabrik yang memproduksi panas atau uap dan listrik secara simultan dari satu bahan bakar dengan memaksimalkan pemanfaatan energi. Pada industri gula, kogenerasi yang dikembangkan berbasis bahan baku ampas tebu. Butuh waktu lebih dari 20 tahun hingga akhirnya catatan keberhasilan sukses ditorehkan. Tercatat pada Oktober 2012, suksesperolehan tenaga listrik yang dihasilkan dari co-generation ampas tebu sebesar 2.175,23 Mega Watt (MW). Sebanyak 170 pabrik gula terinstall co-generation yang tersebar di 10 negara bagian. Di antaranya Andhra Pradesh, Bihar, Haryana, Karnataka, Maharashtra, Punjab, Tamil Nadu, Uttar Pradesh dan Uttarakhand. Negara bagian tersebut telah mampu surplus listrik dari kogenerasi. Tahun 2013, kapasitas terpasang listrik co-generation yang dihasilkan meningkat 7 % menjadi 2.332,43 MW. Masih terdapat 2.667,57 MW yang belum terpasang dari potensi seluruhnya mencapai 5.000 MW dari 213 proyek. Wilayah Maharashtra dan Uttar Pradesh merupakan negara bagian dengan potensi co-generation terbesar. Kapasitas terpasangnya di kedua wilayah tersebut mencapai 580,9 MW dan 710,50 MW. 

Bagaimana dengan Indonesia? Berkaca pada negara lain yang lebih dahulu mengejar pemenuhan energi melalui energi terbarukan, Indonesia memang masih terhitung baru. Padahal bila dilihat dari ketersediaan sumber energi terbarukan, Indonesia sungguh melimpah. Harap mahfum, listrik di Indonesia masih dianggap murah sehingga masyarakat belum peduli akan keberadaaan energi baru terbarukan. Namun, seiring kenaikan tariff dasar listrik (TDL), berbagai elemen seperti pemerintah, masyarakat, dan industri mulai memikirkan alternatif penyediaan listrik berbasis non-fosil. 

Salah satu potensi yang dilirik adalah ampas tebu. Ya, ampas tebu hasil limbah pengolahan tebu menyimpan potensi energi yang sangat berprospek. Dengan asumsi 1 ton ampas tebu mampu membangkitkan listrik sekitar 220—240 kWh didukung produksi tebu nasional lebih dari 33-juta ton per tahun, potensi pembangkitan listrik dari ampas tebu di tanah air dapat menembus angka 3,5—3,8 juta MWh. Potensi energi terbarukan itu terserak di seluruh pabrik gula (PG) yang tersebar di Indonesia. Salah satu mega proyek kogenerasi PTPN X yang menghabiskan dana Rp246-miliar dibangun di PG Ngadiredjo (Kediri), PG Tjoekir (Jombang), dan PG Gempolkrep (Mojokerto). Kapasitas pembangkit listrik ketiganya berturut-turut sebesar 20 MW, 10 MW, dan 20 MW. Upaya untuk merealisasikan program kogenerasi dilakukan PTPN X secara bertahap 1—2 tahun mendatang," kata Ir Tarsisius Sutaryanto, MM, Direktur Produksi PTPN X. 

Bahan baku kogenerasi rencananya dipasok dari pabrik gula milik PTPN X. Pada musim giling 2014, PTPN X tercatat berhasil memproduksi gula sebesar 468.337 ton dari 11 pabrik gula di Jawa Timur. Dua pabrik gula PTPN X yang ditingkatkan kapasitas produksinya pun diharapkan dapat mendukung kebutuhan kogenerasi. Dua pabrik itu yakni PG Tjoekir dari kapasitas 4.000 ton tebu per hari (TTH) menjadi 4.800 TTH dan PG Gempolkrep dari 6.500 TTH menjadi 7.200 TTH. Listrik hasil pembangkit program kogenerasi akan dipakai untuk operasional pabrik. Bila ada kelebihan, tenaga listrik yang dihasilkan bisa disalurkan ke PLN. 

Jadi, masih mau membuang sepah? (Kartika Restu Susilo)

No comments:

Post a Comment